jump to navigation

BCA, haruskah dimatikan July 18, 2007

Posted by deltawhiski in finance, opinion.
trackback

Ini tulisan lama, nyaris hilang di belantara internet.

Dulunya saya posting di milis Apakabar di-moderate oleh seorang Belanda, namanya saya lupa…, George …. apa gitu. But fortunately penerus milis Apakabar atau whoeverlah itu meng-archive dengan baik.

Walaupun sampai sekarang pun saya tidak menganggap BCA
bank yang baik servicenya, tetapi saya tetap bangga BCA
sebagai bank nasional yang bisa dibanggakan, at least banyak
orang yang cannot live without it!

Pada saat BCA akhirnya terpaksa harus diopname di BPPN,
untuk bank-bank lain pemerintah menerjunkan 1 orang
direktur untuk takeover, tetapi khusus untuk BCA pemerintah
sampai harus menerjunkan 2 orang direktur.

Bahkan hingga 6 bank pemerintah yang turut pingsan
kena krisis dimerger jadi satu, jumlah nasabah dan total asset-
nya baru mengimbangi atau sedikit lebih unggul dari BCA.

Berbicara mengenai BCA, orang tidak boleh melupakan sosok
Mochtar Riyadi. Bankir bertangan dingin yang berhasil
memoles BCA dari sebuah bank pasar pagi menjadi bank swasta terbesar dijamannya.

Sekarang BCA sudah kembali sangat sehat dan sangat besar, cuma sayang pelayanannya semakin jauh dari nasabah-nasabah kecil. Nasabah “dipaksa” lebih nyaman berhubungan dengan mesin daripada manusianya. Sulit menemukan karyawannya yang ramah, kecuali Anda Priority Card holder.

Mungkin memang harus begitu

The Archive is:

********

Date: Wed, 27 May 1998 07:47:22 +0700

From: Darwin Tjoe <darwin-tjoe@usa.net>
To: apakabar@clark.net
Subject: BCA, Haruskah dimatikan ?

Logo BCA
Hari-hari terakhir ini BCA, bank swasta nasional terbesar di
Indonesia sedang di rush habis-habisan. Presdir BCA Bp. Abdullah Ali komisaris Bp. Anthony Salim yang tampil marathon didepan TV belum mampu meredam semangat rush masyarakat yang sedemikian menggebu-gebu. Saya sendiri terus terang tidak tahu ada masalah intern apa sebenarnya disana, tetapi ada beberapa hal yang bisa dijelaskan dengan logis tentunya.

Pada hari-hari kerja biasa, tanpa rush, tanpa menerima pengalihan nasabah dari cabang lain pun, melakukan transaksi perbankan di BCA juga tidak terlalu menyenangkan. Melakukan salah satu transaksi yang paling sederhana misalnya setor tunai, tarik tunai, setor kliring, transfer saja paling tidak juga harus antri 10 – 15 menit. Untuk melakukan satu transaksi di atas, teller yang telah megetikkannya di komputer harus menunggu seorang supervisor untuk me-validasi. Terkadang kalau sang supervisor sedang ada urusan lain, terpaksalah nasabah dan teller yang bersangkutan harus menunggu, sungguh tidak efisien rasanya.

Pegawai BCA juga tidak bisa disebut ramah dan menyenangkan. Senyum manis sebagaimana pegawai bank lain pada umumnya agaknya lumayan langka bisa ditemukan di BCA.

Setelah dilanda kerusuhan besar pada tanggal 14 – 15 Mei yang lalu, tercatat BCA yang mengalami kerusakan paling banyak pada cabang-cabang dan mesin-mesin ATM-nya. Pada saat yang sama, kebanyakan orang juga mulai kehabisan stock uang tunai karena tidak bisa keluar untuk beberapa hari sehingga memang sudah diperkirakan banyak bank yang akan diserbu untuk penarikan tunai. Satu hari sebelumnya gubernur BI sudah memberikan jaminan BI akan menyediakan cadangan tunai berapapun jumlahnya.

Baru beroperasi penuh dua hari, Jakarta diancam lagi dengan isu Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei sehingga praktis semua bank kembali meliburkan diri beberapa hari. Bisa dimengerti begitu buka kembali bank-bank kembali diserbu oleh penabung yang sudah kehabisan dana tunai. Lambatnya pelayanan BCA serta menumpuknya nasabah-nasabah yang cabangnya rusak atau terbakar menyebabkan antrian nasabah menjadi sedemikian panjang.

Ada cerita dari beberapa teman,

“Saya melihat BCA sedang di-rush, pasti ada apa-apanya. Saya jadi ngeri dan mau memindahkan dana saya yang disana. Peduli isunya benar ataupun tidak.”

“Saya mulanya mau setor uang, tetapi karena juga terpaksa harus ikut antrian dan selama dalam antrian banyak terdengar bisik-bisik kiri kanan, akhirnya sampai didepan teller saya tidak jadi setor uang yang saya bawa, kemudian malah ikut-ikutan narik. Lumayanlah, bikin hati
tambah tenang.”

“Tadinya sih mau memperpanjang deposito saja (yang tidak ada sangkut paut dengan tarik setor tunai) juga disuruh ikut antri. Kesal dong, jadi nanti kalau jatuh tempo saya pindahin saja ke bank lain.”

“Kita butuh sedikit tunai untuk transaksi sehari-hari. Kalau harus antri sekian lama, mendingan saja sekalian tarik semuanya. Siapa yang tahan saban hari harus antri di sini.”

“Bagaimana bisa bisnis dengan kondisi seperti ini, dana saya sudah saya transfer semuanya ke bank lain, biar dari sana saja transaksi sehari-hari untuk sementara.”

Isu pun semakin berkembang menjadi “Mayoritas saham BCA ditangan putra putri presiden”, “Suharto narik 5 Triliun”, sampai “BCA mau bangkrut”.

Isu terakhir semakin lama semakin kuat gaungnya, bersamaan dengan semakin bersemangat nasabah-nasabah menguras habis tabungannya di BCA. Semakin banyak orang mempercayai isu tersebut, semakin bank bersangkutan mendekati ajalnya. Sebaliknya semakin orang tidak
mempercayai isu tersebut, maka kemungkinan bank bersangkutan lolos dari maut semakin besar.

Bank yang paling sehat pun, kalau di-rush sebagian besar nasabahnya terus menerus, hampir bisa dipastikan akan ambruk. Nah, terlepas dari benar tidaknya isu kesehatan BCA, bagaimanapun juga selama ini hampir sebagian besar masyarakat nasabah BCA pasti sudah menikmati
manfaat dan fasilitas yang disediakan BCA. Kemanapun, nasabah tidak perlu mengantongi uang tunai yang berlebihan, karena hampir diseluruh pelosok kota bisa ditemui ATM-ATM yang siap melayani 24 jam. Pembayaran telepon, kartu kredit, PLN, handphone, bahkan sampai uang sekolah bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dan hampir semuanya bebas biaya.

Cat.”… sekarang hampir semuanya kena biaya…”

Berbeda dengan yang ditawarkan bank-bank lain, BCA juga tidak mendorong nasabahnya berpola hidup konsumtif. Sejauh yang bisa saya amati, BCA adalah bank yang paling berdedikasi kepada nasabah-nasabah kecil.

Kebanyakan produk perbankan dari BCA umumnya membuat hidup ini menjadi lebih mudah sehingga alangkah sayang apabila BCA harus “mati” juga karena ulah nasabah-nasabahnya.

Arsip asli tersimpan di
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1998/05/26/0034.html

Comments»

No comments yet — be the first.

Leave a comment